Jumat, November 21, 2025
BeritaDaerahHukrim

*Feyrus Okjum.SH.MH. Pengacara Muda Sekaligus Praktisi Hukum Kantor FO LAW FIRM Beri Tanggapan Kasus Guru Honorer di Konsel*

Ketgam : Feyrus Okjum.SH.MH. Pengacara Muda pada Kantor FO LAW FIRM sekaligus Dewas pada LBH PENEGAK KEADILAN SULTRA (LBH PK SULTRA)

Wonuasultra.com, Kendari – Praktisi Hukum Feyrus Okjum, SH.,MH., angkat suara terkait Perkara yang melibatkan Terdakwa yang merupakan seorang guru honorer di SD Negeri di Kabupaten Konawe Selatan telah mencapai tahap putusan atau vonis hukuman terhadap terdakwa, Ungkapnya saat ditemui disalah satu warkop wilayah kendari, 16/11/2024.

Dia mengatakan bahwa amar putusan Majelis Hakim tersebut sudah tertuang dalam Putusan Perkara tersebut yaitu :

MENGADILI:
1. Menyatakan Terdakwa Supriyani, S.Pd Binti Sudiharjo tersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu dan dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum;

2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan Penuntut Umum.

3. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.

4. Menetapkan barang bukti berupa:
* Satu pasang baju seragam SD dengan baju lengan pendek motif batik dan celana panjang warna merah.
Dikembalikan kepada Saksi Nur Fitriana, Am., Keb.
* Satu buah sapu ijuk merk Hidoshi star warna hijau.
Dikembalikan kepada Saksi LILIS HERLINA DEWI, S. Pd.,

5. Membebankan biaya perkara kepada negara.

Lanjutnya dalam fakta hukum berdasarkan keterangan saksi Jaksa Penuntut Umum dan bukti surat yang dihadirkan dalam persidangan perkara tersebut yaitu visum et repertum korban saling berkaitkan adanya tindakan dan perbuatan Terdakwa melakukan perbuatannya akan tetapi analisis Jaksa Penuntut Umum bukan merupakan sebuah tindak pidana, sehingga Jaksa Penuntut Umum menuntut dengan tuntutan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechts vervolging) sebagaimana tuntutannya dalam perkara tersebut yaitu :

1. Menyatakan menuntut Terdakwa Supriyani, S.Pd. Binti Sudiharjo lepas dari segala tuntutan hukum atau (ontslag van rechts vervolging) terhadap Terdakwa Supriyani S.Pd. Binti Sudiharjo sebagaimana didakwa melanggar Kesatu Pasal 80 ayat (1) jo pasal 76C UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana surat dakwaan.

2. Membebaskan Terdakwa Supriyani, S.Pd. Binti Sudiharjo dari Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 80 ayat (1) jo pasal 76C UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

3. Menetapkan barang bukti berupa:
– satu pasang baju seragam SD dengan baju lengan pendek motif batik dan celana panjang warna merah.
– satu buah sapu ijuk merk Hidoshi star warna hijau.
Yang masing masing dikembalikan kepada para saksi.

4. Biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dibebankan kepada negara.

Bahwa perlu diketahui “perbedaan putusan bebas (vrijspraak) yaitu tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa dalam dakwaannya tidak terbukti secara sah sedangkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) yaitu segala perbuatan terdakwa yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum sebagaimana dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi Terdakwa tidak dapat dijatuhkan pidana, karena pebuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana” Ungkapnya.

Putusan bebas ini tentunya di sambut penuh rasa syukur oleh ibu Supriyani beserta keluarga serta kuasa Hukumnya.

Praktisi Hukum Feyrus Okjum,SH.,MH, menyarankan “seharusnya perkara ini tidak perlu sampai ke meja hijau, di karenakan masi ada upaya Hukum yang dapat di tempuh yaitu restorative justice (RJ), akan tetapi setelah melihat proses hukum yang sudah berjalan berdasarkan fakta fakta persidangan hanya ada satu alat bukti yang dapat di buktikan oleh Penuntut Umum, kesannya dalam menuntut perkara tersebut penuntut tidak serius dalam melakukan tuntutan”katanya.

Kemudian setelah melihat Putusan tersebut bahwa Majelis Hakim telah keliru dalam mengadili perkara tersebut dengan menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa yaitu dengan putusan bebas (vrijspraak) padahal secara fakta hukum perbuatan terdakwa terwujud dalam tindakannya yang diduga melakukan penganiayaan terhadap muridnya, akan tetapi Terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana berdasarkan alat bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Menurut Feyrus (panggilan sapaannya).

Menurut Feyrus Okjum(FO) Kasus ini tidak perlu lagi terjadi dan menjadi bahan perhatian dalam menganalisa kasus agar tidak ada lagi pihak yang dapat di rugikan baik pada Korban maupun Terdakwa.

Karna putusannya bebas saya fikir kasus ini sudah berhenti dan tidak ada lagi upaya Hukum, dan dapat di jadikan pembelajaran kedepannya dalam proses pelimpahan perkara, tutupnya.

Lap. Tim

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *