Tokoh sultra H. Anton Tias Angkat suara Terkait Pemberitan Kolaka utara dan Kolaka Bergabung di Luwu Raya
Wonuasultra.com kendari-Salah Salah satu berita media online yg menyatakan bahwa Kolaka dan kolaka utara yang akan bergabung dengan luwu raya membuat H. Anton sebagai tokoh masyarakat sultra yang berasal dari kolaka utara dan pimpinan wakil ketua DPP LAT seksligus bendahara Kerukunan kekrukunan keluarga luwu raya sultra ( KKLR) memberikan tanggapan
” Sebagai tokoh orang yang berdarah luwu saya ucapkan selamat akan terbentuknya provinsi luwu raya, tetapi tidak untuk menggabungkan Kolaka utara dan kolaka, secara historis pernah terjadi kolaka dan Kolaka Utara keseluruhan bagian apdeling bagian dari pemerintahan itu, tapi jangan dilupa bahwa apdeling itu bukan karena satu peperangan antara kerjaan luwu kerjaan mekongga tetap yang benar bagian apiliasi kerjaan mekongga dan Luwu, artinya apiliasi saling menguatkan antara satu kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain.
Tetap kemudian kalau mau digabungkan satu provinsi luwu raya, saya kira itu kecil kemungkinannya dari histori kedaerahandan komunitas yang mendiami, saat ini sedikit yang menahami, luwu itu bukan suku tapi bangsa maka didiami beberapa suku didalamx
Lanjutnya sebelum ada kerjaan Luwu sudah ada suku purba yang mendiami yang salah satunya suku tolaki, kemudian bangsa luwu mempunyai lambang, yaitu lambang payung sehingga sebagai salah satu kerjaan tertua di sulawesi selatan pada khususnya.
Itulah payung yang namax payung rilwu, sejarahnya patung patung yang tiangnya itu terbuat dari tulang ikan hiu lelewawo, nah lelewawo itu lah kolaka utara bagian dari kerjaan rahambuu yang bagian dari kerjaan tertua di sultra pada khususnya,
Ornamen sutranya benang emas diambil dari danau matano yang bahasanya dari bahasa tolaki yang artinya mata air yang sekarang danau tondano.
sekarang ini danau itu yang ada di soroako, sehingga ada beberapa daerah yang masuk di Luwu raya ini bagian dari wilayah wilayah tolaki, buktinya penamaan rajanya ada mokole, dawrah sulteng, kaili, padoe,pamona, tolaki, moronene meruoakan satu rumpun.
Lanjutnya, peradapan tolaki lebih tua dari pada bangsa luwu, kalau kita liat sejarah peradaban luwu, jadi sebelum ada kerajaan luwu sudah ada yang mendiami , yaitu suku purba yang salah satunya suku tolaki Mekongga
Jadi dari sisi peristiwa ini kecil kemungkinan dan tidak mungkinlah, dari sisi masyarakat jauh, Nah kalau kita cukup memberikan support itu boleh, untuk terbentuknya provinsi luwu salah satunya secara syarat belum memenuhi, masih kurang satu kabupaten, na kita bagian dari itu kita support untuk terbentuknya provinsi luwu raya menjadi satu daerah otonom baru
Jadi isu untuk menggabungkan ini sulit terjadi, masyarakat, pemerintah provinsi sultra juga tidak akan melepas, jadi saya rasa hal mustahil itu terjadi.
Saya harap kita saling menjaga ketenangan, keamanan stabilitas menjelang pemilihan presiden, segala macam isu negatif jadi positif segala sesuatu bisa diolah.
Terkait pernyataan ketua DPRD kolut dengan tegas menolak, Saya menghimbau jangan pernah membuat manuver yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang, uangkapnya.
Sementra itu Basrim melamba sebagai sejarahwan budaya tolaki mengungkapkan “Sebaiknya kita buatkan dialog undang mereka kemudian kita ada membedah, Mereka salah paham konsep kedudukan Mekongga dari Luwu”
Seperti
- Memposisikan Mekongga sebagai daerah palili.
- Luwu hanya menempatkan Mincara Ngapa kemudian Sulewatang Ngapa sebagai perwakilan Datu Luwu.
- Alasan pembentukan DOB pertimbangan Historis tentu mempertimbangkan etnohiatoris. Suku Tolaki di Konawe dan Mekongga bersudara genealogi yg sama menjadi perekat
- Mereka tidak paham susahnya luwu susahnya mekongga. Sebagai analogi mutualisme simbiosisme. Saling membantu. Saling menguatkan.
- Zaman Jepang Kolaka Mekongga masuk dalam wilayah Sulawesi Tenggara. Pertimbangan gabungnya Kolaka kedalam masuk Daerah Provinsi Sultra pertimbangan kedekatan emosional, sosio kultural dan historis.
- Agen dan aktor tokoh pendiri Sultra khusus dari Mekongga bulat gabung di Sultra.
- Konsensus dan integrasi wilayah, tokoh dan kebudayaan